WAWASAN


Provinsi Cirebon di Mata Rakyat Kecil


Sinar mentari pagi itu baru menampakan cahayanya. Tangan Aminah kala itu tengah sibuk menjajakan barang daganganya. Maklum, ibu dua orang anak ini sudah sejak enam tahun lamanya, di depan rumahnya menjual aneka macam gorengan dan nasi bungkus alias "nasi kucing".
Dalam benak dirinya tidak pernah terlintas sedikitpun, jika Majalengka sebagai tanah kelahiranya tiga puluh lima tahun silam. Dikabarkan akan memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat. Riak-riak itu seiring dengan banyaknya obrolan yang terlontar saat dirinya melayani para pembelinya. Menanggapi desas-desus tersebut, suami dari Rachmat Hidayat ini hanya tersenyum simpul, dan menganggap hal itu hanya sekedar mimpi di siang bolong. Apalagi di tengah kondisi carut marutnya perpolitikan bangsa dan mahalnya harga sembako. Hal ini tidak akan menarik masyarakat untuk melaksanakannya. "Aya-aya wae kahayang jelema teh, rek nyieun provinsi deui. Ngurus diri sorangan jeng keluargana hese. Komo deui ngurusan rahayat loba.(Ada-ada aja keinginan manusia tuh, mau membuat provinsi lagi. Mengurusi diri sendiri dan keluarganya juga susah. Apalagi melayani rakyat banyak)," cetus Aminah menanggapi pertanyaan dari pembelinya.
Dikatakannya, memisahkan diri dari pemerintahan yang sudah jelas banyak memberikan kontribusi kepada daerah, juga masih terseok-seok. Apalagi ini yang baru merintis dan akan membangun. Dengan isu basi meningkatkan kesejahteraan rakyat."Tidak ada jaminan yang dapat dipertanggungjawabkan, jika masyarakat membuat provinsi bakal maju dan  sejahtera. Yang ada juga mungkin kesengseraan yang ada. Karena harus banyak mengeluarkan dana," cetusnya lagi.    
Pengakuan serupa juga diungkapkan Muhtar petani asal Desa Sindang Hurip Kecamatan Bantarujeg. Ia mengaku baru mendengar adanya kabar pembentukan Provinsi Cirebon yang akan melibatkan Majalengka. Karena isu itu ke pelosok desa tidak pernah terdengar. "Ah, itu mah menurut pendapat saya, keinginan sekelompok orang saja yang haus akan kekuasaan dan jabatan. Serta kental dengan muatan politiknya, Ketimbang maksud dan tujuannya," ucap Bapak yang kini memiliki enam cucu ini. Seharusnya, kata dia, sebagai orang yang tidak mengerti pemerintahan secara utuh, hanya mengajak agar kumpulan orang-orang yang merencanakan pemekaran untuk bersatu menyumbangkan pemikiranya dalam membangun daerahnya masing-masing. Ketimbang mengurusi sesuatu yang masih jauh dari harapan dan kenyataan. "Sudah, daripada ribut membuat provinsi, lebih baik urus rakyat seperti kami. Yang membutuhkan harga pupuk murah dan sembako bisa dibeli," paparnya. Caranya, meminta disampaikan kepada para pemengang kebijakan agar kepentingan rakyat lebih diutamakan daripada kepentingan segelintir yang mengatasnamakan rakyat.
Komentar dari masyarakat juga mendapatkan tanggapan langsung dari Kepala Bagian (Kabag) Humas Setda Majalengka, Maman. Menurutnya, pemkab Majalengka saat ini belum memikirkan wacana untuk bergabung dengan provinsi Cirebon, karena sedang fokus dalam pembangunan yang saat ini tengah digalakan. "Tanggapan masyarakat terkait Provinsi Cirebon yang ditanggapi dingin, itu mungkin gambaran sosial yang terjadi saat ini pada masyarakat Majalengka. Dan kami mohon maaf, mewakili atas nama pemerintah tidak ingin bergabung dengan wacana tersebut," ujarnya. (Jejep Falahul Alam/"KC")