ARTIKEL

Politisi Busuk 
Oleh Jejep Falahul Alam

PERAN penting rakyat dalam dunia politik kerap kali tidak pernah membawa keberkahan, apalagi berbicara tingkat kesejahteraan. Kondisi ini diibaratkan jauh panggang daripada api. Politik yang sejatinya merupakan bagian dari seni untuk mencapi suatu tujuan, kini harus tercabik-cabik oleh ulah para politikus yang haus akan nafsu kekuasaan dan jabatan.
Sepak terjang mereka kini semakin menorehkan kesan buruk yang melekat terhadap masyarakat, bahwa politik itu kotor dan busuk. Keadaan ini juga diperparah lagi dengan tidak selarasnya antara ucapan dan perbuatan. Ditambah tindakan yang tidak beradab dan tak memiliki hati nurani.
Padahal sejatinya, bila politik di negeri ini digunakan sebagai strategi untuk melayani masyarakat, yang dibingkai dengan estetika, tentunya ini akan memiliki warna tersendiri dan menjadi bagian yang tak pernah dilupakan bagi masa depan anak bangsa.
Bahkan politik seperti ini bisa dijadikan sebagai kawah candradimuka bagi siapa pun orangnya, termasuk wahana spritual menuju kesalahen. Tidak seperti sekarang, politik pada umumnya hanya dijadikan sebagai ajang komoditas bisnis sekelompok/segolongan orang, untuk mencapai kepentingannya. Termasuk wajah demokrasi di negeri ini pun terpecah belah, diduga akibat ulah oknum politikus yang tidak pernah mengedepan etika dalam pergulatan aktivitasnya.
Mentalitas yang dibangun dalam benak jiwanya, bukan untuk mendorong masyarakat menjadi lebih baik, tapi malah sebaliknya. Bahkan bila dicermati, tak ubah hanya sebagai sandiwara belaka. Ketika mereka memiliki keinginan segala bentuk wujudnya berubah seketika, dengan tujuan hanya untuk mencari simpati sesaat. Setelah tujuanya tercapai, habis manis sepah dibuang mungkin kalimat itu tepat diberikan kepada mereka dan rakyat yang menjadi tumbalnya. Meski rakyat terkadang dihadapkan pada posisi makan buah simalakama, ketika harus memilih calon pemimpin (kepala daerah, anggota DPRD, gubernur dan presiden). Terutama bagi mereka yang ingin mencalonkan diri merebut kursi kekuasaan. Mungkin  hari ini mereka berkata manis dengan dibumbui janji-janji "surga". Besok lusa setelah pemilihan berakhir dan kemenangan telah diraih, bukan rahasia umum mereka terkadang melupakanya dan tinggal berpikir bagaimana modal kembali. Syukur-syukur jika mendapatkan untung, meski tidak mau dikatakan sedang berdagang.
Menyikapi persoalan itu setidaknya, ada lima karakter politikus yang hampir nyaris kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, materialistis-praktis. Sikap dan tindakannya seolah-olah religius dan tidak membutuhkan materi. Tapi kenyataanya dia lebih rakus dari semula tidak diduga.
Kedua, mentalitas pragmatis, dia tidak pernah berpikir panjang, yang terpenting bila menguntungkan dirinya, disikat meski berbenturan dengan aturan.
Ketiga, sikap oportunis. Politisi ini selalu menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas bisnis. Dan dia selalu mencari keuntungan dalam kesempitan (bermuka dua). Keempat, formalitas. Tampilanya hanya sekadar mencari sensasi, kenyataannya sangat jauh dari harapan. Kelima, positivisme hukum. Bagi politikus ini hukum ibarat hanya sebagai dagelan. Mereka bisa membeli aparat penegak hukum, sehingga hukum tidak bisa menyentuhnya, apalagi memenjarakanya.
Tetapi meski demikian, setidaknya kita masih memiliki harapan. Dan kita menyakini para politisi di negeri ini tidak seperti yang tergambar di atas. Tapi justru sebaliknya, banyak menorehkan manfaat bagi masyarakat banyak. Semoga...!***


Faedah Bulan Ramadhan
Oleh : Jejep Falahul Alam
Tak terasa rasanya, baru beberapa bulan yang lalu kita melaksanakan ibadah puasa ramadhan tahun sebelumnya. Kini kita sudah menginjak kembali bulan yang mulya, penuh ampunan, serta ladang ibadah seorang hamba untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya (Alhamdulillah). Namun sayang dalam menjalani ritual ibadah puasa ini, setiap orang menanggapinya dengan beragam. Ada yang menyambutnya biasa-biasa saja seperti bulan lainya. Namun adapula yang diisi dengan segala aktivitasnya bernuansa religius. Bagi mereka yang hatinya belum tersentuh oleh kalam ilahi maupun rahmat Nya, tak ubah bulan ramadhan ini tak memiliki nilai apa-apa. Mungkin yang tersirat hatinya saat ini sudah memikirkan bagaimana menghadapi lebaran mendatang. Apakah mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahan bagi mereka yang bekerja atau mendapatkan subsidi lainya, yang banyak dan tidak mengikat. Meski ibadah puasa yang kita jalani ini baru menginjak beberapa hari dan itupun belum tentu diterima amalan puasanya. Karena kalau kita merujuk dan menerapkan tata cara puasa yang dianjurkan Rasullullah SAW sangat berat. Karena puasa yang sesungguhnya itu bukan hanya  sekedar menahan makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Lebih dari itu, sekujur tubuh kita harus menjalani ibadah yang mampu meredam hawa nafsu yang begitu besar ini. Misalnya yang biasa mulut kita membicarakan orang lain, tangan selalu berbuat jahil, mata mempelototi sesuatu yang berbau maksiat dll. Semuanya harus berakhir dan menjalani pensiun dini.
Termasuk pradigma berpikir sesat yang sudah menggejala di sebagian besar umat Islam, yakni sudah terkontaminasi pada sesuatu yang berbau kehidupan duniawi setiap detiknya. Hingga akibatnya, mengesampingkan bekal hidup untuk di akherat kelak. Sudah saatnya kita meyakini kembali bahwa rejeki seseorang itu tidak pernah tertukar. Dan Allah SWT telah memberikan pos-pos anggaran itu, tinggal bagaimana proses mengambilnya saja. Namun yang terpenting dari semua itu, kita manfaatkan satu bulan ini untuk melebur dosa-dosa yang sudah menjalar ke sel-sel tubuh. Amalan ibadah yang semula hanya melaksanakan shalat lima waktu, kita mulai harus merubahnya seratus delapan puluh derajat. Jika diibaratkan, setiap detak jantung kita bergerak, di sana kita berusaha menyebut nama Nya dan bersolawat untuk baginda Rasullullah SAW.
Jadikan pula momentum ramadhan ini sebagai wahana untuk melipatgandakan setiap ibadah yang kita jalani. Jangan pernah disia-siakan dengan alasan dalam bentuk apapun. Sebab sesuai dengan hadist nabi, kalau kita bisa mendengar dan merasakan orang yang telah dicabut nyawanya terlebih dahulu. Di alam kubur itu mereka selalu berteriak dan meminta satu detik saja. untuk dihidupkan kembali untuk beribadah kepada Nya. Tapi sayang kita yang masih diberikan umur panjang, tidak pernah memanfaatkan keadaan ini. Apalagi memasuki Ramadhan saat ini, hampir semua orang tahu akan manfaat dan faedahnya. Satu amalan ibadah yang dilakukan itu akan dilipatgandakan hingga berlipat. Rejeki yang kita sodahkohkan akan diganti dengan berlimpah-limpah. Dosa yang sering kita lakukan sebelumnya, melalui ramadhan inilah kita berusaha untuk memohon ampunan Nya dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Terakhir, kita selalu tidak berharap kedatangan bulan suci ini berlalu tanpa membekas apapun. Rasullullah mengatakan, sangat rugi bila seorang hamba yang tahu akan manfaatnya bulan suci ini. Jangan sampai puasa yang kita laksanakan selama satu bulan lamanya ini, tak berbekas dalam hidup dan tidak bernilai ibadah. Tapi kita selalu berharap melalui ibadah puasa ini agar kita kembali fitrah (suci) sebagaimana bayi yang baru lahir. Karena hidup yang kita jalani hingga saat ini, sudah barang tentu banyak goresan dosa yang kita perbuat. Semoga kita diberikan rahmat dan hidayah oleh SWT. Hingga hidup kita selamat dunia dan akherat. Semoga....